Bagaimana Fatherless Membentuk Identitas, Tubuh, dan Hubungan Perempuan

Bagaimana Fatherless Membentuk Identitas, Tubuh, dan Hubungan Perempuan

Kisah Shiloh menegaskan hal ini. Ayahnya pergi saat ia kecil. Di remaja, ia menatap cermin berjam-jam, mencari kesalahan wajahnya,

The Absent Father Effect on Daughters

Susan E. Schwartz (2021)


1 Day 1 Book


Bagaimana Fatherless Membentuk Identitas, Tubuh, dan Hubungan Perempuan


Pendahuluan

The Absent Father Effect on Daughters menelaah dampak mendalam absennya figur ayah – baik secara fisik maupun emosional – pada kehidupan perempuan. Buku ini menekankan bahwa ketidakhadiran ayah bukan hanya soal ditinggalkan, tetapi tentang hilangnya koneksi, pengakuan, dan kehadiran psikologis yang menumbuhkan rasa diri seorang anak perempuan.


Dengan pendekatan Jungian, analisis mimpi, mitos, dan kisah nyata, Schwartz menunjukkan bagaimana luka ini menjelma menjadi kecemasan, perfeksionisme, trauma tubuh, hingga pola hubungan yang berulang. Namun, buku ini juga menuntun pembaca pada jalan penyembuhan: menghadapi bayangan luka, melepaskan internalisasi patriarki, dan menulis ulang narasi hidup dengan otoritas penuh.

Ketidakhadiran Ayah: Luka Kolektif yang Diturunkan

Dalam mitologi Yunani, Iphigenia dikorbankan oleh ayahnya, Raja Agamemnon, demi ambisi perang. Schwartz menggunakan kisah ini untuk menggambarkan pengorbanan perempuan pada altar ketidakhadiran ayah, baik saat ia memilih karier di atas keluarga, meninggalkan anaknya secara fisik, atau tetap hadir tanpa kehangatan.

Banyak perempuan tumbuh dengan ayah yang secara publik sukses dan karismatik, tetapi di rumah dingin dan tidak responsif. Akibatnya:

* Mereka belajar kebutuhan sendiri tidak penting.

* Mereka mengembangkan pola people-pleasing ekstrem untuk diterima.

* Mereka sering menyalahkan diri sendiri atas absennya ayah, meskipun itu di luar kendali mereka.

Schwartz menekankan bahwa luka ini transgenerasional. Banyak ayah yang emosional absent adalah anak laki-laki dari ayah yang juga tidak hadir. Pola ini diwariskan sebagai penyakit diam-diam yang melukai perempuan lintas generasi.

Dead Father Effect: Hantu dalam Psike

André Green menyebutnya dead father effect: seorang ayah yang secara fisik hadir, tetapi secara emosional mati. Contoh: ia duduk di meja makan, tetapi matanya kosong menembus putrinya. Tak ada pengakuan, tak ada kehangatan, tak ada “aku melihatmu.”

Akibatnya:

* Putri menginternalisasi psychic deadness.

* Mereka merasa tak terlihat, tak layak, tak berdaya.

* Hilang vitalitas, penuh kebosanan, kecemasan, dan kehilangan orientasi hidup.

Kisah Shiloh menegaskan hal ini. Ayahnya pergi saat ia kecil. Di remaja, ia menatap cermin berjam-jam, mencari kesalahan wajahnya, melukai dirinya untuk “memperbaiki” ketidaksempurnaan yang hanya dia lihat. Dalam mimpi, ia terjebak di kotak kaca, menatap refleksi tanpa jalan keluar.

Dead father effect juga muncul saat perempuan menikahi “pria yang mati secara emosional” untuk menuntaskan kebutuhan batin menyelamatkan figur ayah. Grace menikah dengan pria depresi dan kecanduan. Ia menghabiskan hidupnya mencoba menghidupkan kembali sosok ayah yang hilang, menukar vitalitas pribadinya dengan harapan semu.

___

Arketipe Ayah dan Kompleks Negatif

Dalam Jungian psychology, ayah adalah arketipe otoritas, hukum, struktur, dan logos. Saat hadir, ia menumbuhkan kepercayaan diri, memberi struktur, dan menjadi teladan cara dihargai oleh laki-laki. Namun saat absen atau kejam, arketipe itu menjadi bayangan: inner critic, saboteur, dan tiran batin.

Contoh mimpi Aidy: ayah sadis mengejar dia dan anak-anaknya. Setelah ibunya meninggal, ayah Aidy menarik diri, dan dalam psike Aidy ia menjelma menjadi tiran internal. Contoh lain: Dongeng The Handless Maiden, seorang ayah memotong tangan putrinya demi kesepakatan iblis. Mitos ini menggambarkan perempuan yang kehilangan daya dan agensi karena pengkhianatan ayah.


As-If Personality dan Puella Archetype

Banyak perempuan membangun “as-if personality” – kepribadian seolah-olah:

* Tampak sukses, ceria, dan menawan.

* Di baliknya ada kekosongan dan takut ditolak jika menunjukkan diri sejati.

Tiffany, misalnya, menciptakan persona dengan meniru orang lain karena ayahnya yang dingin dan menakutkan. Ia sangat peka pada penilaian orang dan takut menyinggung, menekan keinginan aslinya demi diterima.

Puella archetype adalah “daddy’s girl” abadi. Ia:

* Psikologis tetap anak-anak meski dewasa.

* Hidup dalam fantasi ayah ideal.

* Menyandarkan hidup pada persetujuan laki-laki dan menolak otonomi.


Zoe, seorang violinist berbakat, memuja ayahnya sambil menilai perempuan (termasuk ibunya) rendah. Ia menikahi musisi lain dan membiarkan kariernya memudar demi suaminya. Dalam mimpi, ia berada di ruangan besar kosong – simbol potensi hidup yang tidak disentuh karena terikat pada ideal ayah.

___

Tubuh Perempuan dan Trauma Ayah

Absennya ayah memicu autoimmune effect pada banyak perempuan. Rana mengidap penyakit autoimun yang membuat tubuhnya menyerang diri. Schwartz menekankan:

* 79% pasien autoimun adalah perempuan.

* Tubuh yang diabaikan ayah menjadi “abject” – sesuatu yang ditolak perempuan sendiri.

* Trauma psikis menjadi trauma somatis: insomnia, eating disorder, kelelahan kronis.

Konsep nigredo dalam Jungian psychology menjelaskan fase ini: kegelapan dan pembusukan sebelum rekonstruksi identitas. Bagi banyak perempuan, penyembuhan bukan rekonsiliasi dengan ayah, melainkan pengkhianatan script lama dan pembebasan diri dari imaji patriarki internal.


Jalan Penyembuhan: Dari Kehilangan Menuju Otoritas Diri

Proses healing melibatkan:

* Menghadapi shadow self: rasa malu, marah, kecewa, dendam.

* Melepaskan ideal ayah sempurna yang tak pernah nyata.

* Mengintegrasikan maskulinitas batin (animus) menjadi kekuatan kreatif, bukan self-saboteur.

Tujuannya bukan kebahagiaan semu, melainkan authorship – menulis ulang hidup dengan otoritas personal. Simone de Beauvoir menyebutnya titik di mana “segalanya mungkin karena segalanya belum dikerjakan.”

Seorang perempuan di usia 60-an bermimpi berada di perpustakaan penuh buku kuno dan teknologi modern. Mimpi itu melambangkan kebangkitan rasa ingin tahu dan potensi tak terbatas setelah melepaskan luka ayah.


Kesimpulan

The Absent Father Effect on Daughters mengungkap:

* Luka ayah membentuk harga diri, tubuh, relasi, dan tujuan hidup perempuan.

* Banyak perempuan menjalani hidup “as if”, menekan diri sejati demi persetujuan.

* Penyembuhan dimulai dengan menghadapi bayangan luka, menolak script lama, dan menulis ulang narasi hidup.

Schwartz menegaskan bahwa saat perempuan menuntaskan luka ayah, ia tidak lagi hidup bereaksi pada kehilangan, tetapi merdeka menulis kisah hidupnya sendiri, penuh otoritas, kehadiran, dan keutuhan diri._


Tentang Penulis

Susan E. Schwartz adalah Jungian analyst dan clinical psychologist lulusan Zurich. Anggota International Association of Analytical Psychology, ia menulis buku-buku tentang puella archetype, imposter syndrome, dan relasi ayah-anak perempuan dengan perspektif psikologi mendalam

Sebelumnya :